Saturday, 10 February 2018

Pengawetan Pakan dengan Teknologi Silase

PENGAWETAN PAKAN TERNAK DENGAN TEKNOLOGI SILASE
Oleh : Jamaluddin ZA, S.Pt (Kepala UPTD Peternakan Wilayah III Disnak Kab. Lebak)


  
Silase adalah salah satu cara pengawetan pakan dalam bentuk segar  yang disimpan dalam wadah tertutup (silo) dengan kondisi an aerob. Tujuan pembuatan silase adalah mempertahankan kualitas nutrisi pakan dalam waktu yang lama.  Jika produksi hijauan melimpah maka perlu dilakukan pembuatan silase. Karena jika pakan hijauan yang sudah dipanen disimpan dalam waktu yang lama dan tidak diawetkan akan mengakibatkan pakan tersebut menjadi busuk, sehingga tidak bisa lagi dijadikan pakan ternak.  Manfaat pengawetan juga bisa berguna pada musim kemarau yang kesulitan mendapatkan pakan hijauan. Silase yang telah dibuat pada saat pakan melimpah biasanya pada musim hujan bisa dimanfaatkan.
Proses ensilase terjadi dengan terbentuknya asam laktat. Asam laktat terbentuk akibat fermentasi bakteri an aerob. Peningkatan jumlah asam laktat akan menurunkan pH.  Penurunan pH berlangsung sangat cepat.  Hijauan mempunyai pH sekitar 6,  setelah dilakukan silase pH akan turun menjadi 3,2-4,8. Penurunan pH yang cepat membatasi pemecahan protein dan menghambat mikroorganisme yang merugikan. 
Proses ensilase harus berjalan dengan baik. Kondisi an aerob harus tetap terjaga agar silase tidak rusak. Masuknya oksigen ke dalam wadah pembutan silase (silo) dapat mempengaruhi proses dan hasil yang diperoleh. Peningkatan suhu juga dapat mempengaruhi proses pembentukan silase dan struktur silase.  Pembatasan suhu silase dapat dilakukan dengan pemanenan tanaman dengan kadar air yang sesuai serta mengatur kepadatan silase.
Pemadatan silase bermanfaat mengurangi ketersediaan oksigen di dalam silo.  Semakin padat semakin baik sehingga proses respirasi semakin pendek.  Silase yang dikelola dengan baik bisa menghilangkan oksigen selama 5-6 jam. Pembatasan respirasi dapat dilakukan dengan memotong-motong hijauan baik di chopper maupun manual, melakukan pelayuan kemudian pemadatan. 
Silase bisa disimpan dalam waktu yang sangat lama asalkan tidak masuk oksigen ke dalam wadah pembuatan silase (silo). Aroma silase yang baik adalah bau asam dan wangi  khas silase. Apabila baunya busuk berarti silase gagal. Jika oksigen masuk ke dalam silo akan memicu tumbuhnya jamur dan bakteri yang merugikan yang mengakibatkan bau busuk. Disamping itu oksigen yang masuk ke dalam silo dapat merusak nilai nutrisi silase.  Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada silase, jika diberikan pada ternak bisa mengakibatkan keracunan dan terganggunya kesehatan ternak. 

A.  Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan silase:

1.  Proses Pembuatan silase
Proses ensilase berlangsung anatara 15-20 hari.  Proses ensilase dianggap berhasil jika pH rendah dan jika gula bisa difermentasi menjadi asam laktat.  Awal pembuatan silase kadar air hijauan sekitar 65%. Kadar air ini dapat memudahkan proses fermentasi dan bisa membantu menghilangkan oksigen selama pengemasan. Pembuatan silase dengan kadar air yg lebih tinggi (70% atau lebih) bisa meningkatkan asam butirat, N-amonia dan rasa silase yang tidak begitu asam sehingga menjadi kurang disukai ternak.  Sedangkan hijauan dengan kadar air yang rendah (50% atau lebih rendah) akan berakibat terjadinya silase yang kurang stabil, asam laktat yang rendah dan pH  lebih tinggi.  Hal ini juga mengakibatkan lebih sulit menghilangkan oksigen dari bahan hiajauan selama pembuatan dan pengemasan.
                Waktu awal pembuatan sialase, oksigen masih ada dalam partikel tanaman. Oksigen ini dipergunakan untuk respirasi. Keberadaan oksigen dalam proses ensilase tidak dibutuhkan karena yeast dan bakteri yang tumbuh mengkonsumsi karbohidrat yang dibutuhkan untuk pembuatan asam laktat. Oleh karena itu pembuatan silase harus tertutup rapat dan tidak boleh ada kebocoran. Setelah itu terjadi fase an aerob, fase ini bisa terjadi beberapa hari tergantung komposisi bahan dan kondisi silase. Kemudian terjadi fase stabilisasi yaitu fase fermentasi menjadi berkurang secara berlahan, sehingga tidak terjadi peningkatan dan penurunan pH yang nyata. Apabila sudah dipanen atau diambil sialase akan kontak langsung dengan oksigen maka terjadi proses aerob.

2.  Bahan yang bisa dibuat Silase
Bahan yang bisa dibuat silase adalah rumput, leguminosa maupun biji-bijian yang mengandung banyak karbohidrat.  Bahan yang baik dijadikan silase adalah bahan yang mengandung karbohidrat  terlarut (water Soluble Carbohydrates).  Faktor yang mempengaruhinya adalah spesis, fase pertumbuhan, budidaya dan iklim. Saat pemanenan hiajauan juga berpengaruh terhadap kualitas silase.  Pemberian pupuk urea pada tanaman yang akan di buat silase juga berpengaruh, Pemupukan hijauan pakan ternak dengan urea yang lebih tinggi biasanya tidak menghasilkan silase yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemupukan urea yang biasa.

3. Inokulasi Bakteri
Bakteri yang paling banyak pada saat ensilase adalah bakteri asam laktat homofermentatif yang menurunkan pH dengan cepat. Inokulasi bakteri bertujuan agar memacu pertumbuhan bakteri asam laktat homofermentatif yang digunakan untuk menghasilkan asam laktat untuk menurunkan pH. Bakteri asam laktat heterofermentatif bisa digunakan sebagai inokulum yang ditambahkan dalam pembuatan silase yang efektif untuk menekan kapang. Bakteri asam laktat heterofermentatif digabung dengan bakteri asam laktat homofermentatif bisa juga dijadikan starter. Inokulasi bakteri dapat meningkatkan kualitas silase dan juga dapat menghambat kapang.  Biasanya pembuatan silase tanpa inokulasi bakteri juga bisa berjalan dengan baik. Karena pada dasarnya bakteri sudah ada pada hijauan, yang perlu dilakukan adalah memberi makan bakteri yang sudah ada dengan bahan yang memiliki kandungan karbohidrat seperti dedak halus, tepung jagung atau tepung singkong dan lain-lain.  Karbohidrat yang ada dalam bahan pembuat silase akan dipergunakan oleh bakteri selama proses ensilase untuk menghasilkan asam laktat. 

4. Pemanenan
Pemanenan silase bisa dilakukan setelah 21 hari. Namun jika diinginkan bisa dipanen dalam jangka waktu yang sangat lama, asalkan kondisi silo tetap an aerob.  Agar tidak terjadi kerusakan silase maka silo yang mau dimanfaatkan untuk pembuatan silase harus dipastikan tidak ada kebocoran dan tertutup dengan rapat.  Kriteria silase yang sangat baik pH 3,2-4,2, kriteria silase baik pH 4,2-4,5, silase dengan kriteria sedang pH 4,5-4,8.  Jika pH diatas 4,8 berarti kualitas silase buruk dan tidak layak diberikan pada ternak.

B.  Cara Pembuatan Silase
       a.  Hijauan yang telah dipanen di chopper atau dipotong-potong degan ukuran kira-kira 5 cm
  b.  Hijauan yang telah dichoper atau dipotong-potong dilayukan
       c.  Menyiapkan bahan yang mengandung karbohidrat sebanyak 2 % (dedak halus, Jagung halus,  
    tepung singkong, dll).
       d.  Hijauan yang telah dilayukan di masukkan ke dalam silo lalu di tekan dengan kuat, sehingga                padat agar tidak ada rongga. Bisa diinjak-injak atau di tekan pakai kayu.
       e.  Ditaburi bahan sumber karbohidrat setiap 15-20 cm, hal ini terus dilakukan sampai wadah 
     pembuatan silase penuh.
       g.  Wadah pebuatan silale (silo) ditutup dengan rapat (an aerob) agar oksigen tidak bisa masuk.

C.  Bentuk-bentuk Silo (Wadah Pembuatan Silase)
       a.  Silo menara (tower silo)
        b.  Silo Sumur  (Pit Silo)
        c.  Trench Silo
        f.   Bunker Silo


DAFTAR PUSTAKA

Chesson, A. 2000. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. Winheim. New York.

McDonald, P. dkk. 1991. The Biochemistry of Silage. Britain : Chalcombe Publication 

McDonald, P. dkk. 2002. Animal Nutrition. Prentice Hall.  United States. Horlow

Moran, J. 1996.  Forage Conservation Making Quality Silage and Hay in Australia. Agemedia.
          East Melbourne. Victoria.

Prihantoro, I. 2014. Managemen Pembibitan, Produksi dan Penyimpanan Hijauan Pakan
         Ternak. Presentasi Pelatihan Pakan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Rankin. M. and D, Undersander. 2000.  Rain Damage to Forange During Hay and Silage
         Making. Focus on Forage.




Pengawetan Hijauan Pakan Ternak dengan Menurunkan Kadar Air

PENGAWETAN PAKAN TERNAK DENGAN PENURUNAN KADAR AIR (HAY)
Oleh :  Jamaluddin ZA, S.Pt. ( Kepala UPTD Peternakan Wilayah III Disnak Kab. Lebak)





Saat produksi hijauan pakan ternak melimpah banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengawetkanya, salah satunya dengan penurunan kadar air hijauan, seperti pembuatan hay. Hay merupakan salah satu metode pengawetan hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk kering.  Pembuatan hay dilakukan dengan menurunkan kadar air sampai layak untuk disimpan.

A. Tujuan pembuatan hay
Pengawetan dengan menurunkan kadar air (hay) tentu memiliki tujuan. Adapun tujuan pembuatan hay adalah :
1. Mengawetkan kelebihan hijauan pakan ternak (HPT) saat dipanen
2. Persediaan pakan saat kesulitan mendapatkan pakan misalnya musim kemarau
3. Bisa melakukan panen HPT pada saat yang bersamaan walaupun produksinya tinggi
4. Bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak saat di perjalanan walaupun jaraknya jauh
5. Sebagai sumber penghasilan.

B.  Syarat Hijauan yang Dapat Dibuat Hay
Tidak semua hijauan mudah dibuat menjadi hay. Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan agar hay yang dihasilkan sesui dengan yang diharapkan. Syarat hijauan yang bisa dibuat hay yaitu :
a. Hijauan yang bertekstur lunak atau lembut
b. Hijauan yang ukuranya seragam
c. Hijauan yang mudah diturunkan kadar airnya

C.  Cara Pembuatan Hay
Agar hay yang diperoleh sesuai standar yaitu tahan lama dan kandungan nutrisi tidak terjadi penurunan yang signifikan, maka harus diketahui cara pembuatan hay yang baik.  Ada beberapa cara dalam pembuatan hay yaitu :
1. Pengeringan dilapangan  dan pengeringan memakai lantai jemur
     Pengeringan dilapangan bisa dilakukan ditempat hijauan pakan ternak (HPT) dipanen. HPT yang dipanen langsunng dihamaparkan dilahan. Agar keringnya merata  dilakukan pembolakbalikan hijauan setiap hari. Pengeringan juga bisa dilalkukan di lantai jemur. Terlebih dahulu lantai jemur disiapkan, sebaiknya lantai jemur terbuat dari semen, agar pakan tidak mudah kotor. Biasanya lantai jemur yang terbuat dari semen bisa menyerap panas sehingga penjemuran pada lantai semen akan lebih cepat kering. hijauan yang dipanen diangkut ke lokasi lantai jemur. Lantai jemur sebaiknya dekat dengan gudang pakan. Hal ini berguna jika pada saat penjemuran turun hujan, hijauan yang dikeringkan bisa disimpan sementara digudang, jika panas kembali muncul hijauan dijemur  kembali.    
2. Pengeringan dilakukan diatas rak.
    Sebelum panen rak-rak penjemuran terlebih dahulu disiapkan.  Hijauan pakan ternak yang
    telah dipanen diangkut dari lahan kemudian di jemur diatas rak-rak. Pada saat
    penjemuran hijauan tetap di bolak balik setiap hari agar keringnya merata.
3. Pengeringan dilakuan saat hijauan masih berdiri di lahan, seperti tanaman jagung setelah
    dipanen buahnya, batang dan daunya dibiarkan kering di kebun.
Pengeringan hijauan mengandalkan sinar matahari.  Agar hijauan keringnya merata, ketebalan rumput yang dijemur harus diatur agar lebih cepat kering. Awal pengeringan hijauan masih melakukan respirasi sampai hijauan kering dan sel-selnya mati. Setelah kadar air hay mencapai 15-20% maka dapat dikemas. Pengemasan dapat dilakukan dengan cara dipadatkan atau di press, Sehingga hay mejadi padat. Hay bisa dibentuk kotak atau persegi panjang maupun berbentuk bulat. Hay yang tadinya longgar menjadi sangat rapat sehingga dalam penyimpanan tidak memakai tempat yang banyak. Setelah di press hay yang berntuk kotak akan diikat dan disusun di dalam gudang penyimpanan. Sedangkan hay berbentuk bulat biasanya dibuat dalam ukuran yang besar.
  
D.  Cara Menentukan Hay yang Baik
Kadar air hay yang baik adalah 15-20%. Kadar air hay tidak boleh terlalu tinggi karena saat penyimpanan akan mudah rusak oleh jamur maupun mikroorganisme yang merugikan. Sedangkan kadar air yang terlalu rendah akan memudahkan hijauan patah dan kandungan karotin akan hilang.  Keadaan hay yang rapuh mengakibatkan kesulitan dalam pengemasan.
Suhu pada saat pengeringan sangat mempengaruhi hasil dari hay. Terik matahari yang lama akan menghasilkan kualitas hay yang baik. Kualitas hay yang baik adalah hay yang dapat mempertahankan kualitas nutrisi dengan baik dalam waktu yang lama. Walaupun terjadi penurunan nutrisi tetapi tidak signifikan.  Bahan hay yang baik adalah dipanen pada saat menjelang berbunga, karena protein hijauan pada saat itu memiliki jumlah yang optimal. 
Menentukan apakah hay yang dihasilkan baik, dapat dilihat dari kriteria berikut :
1.  Warnanya hijau kekuningan
2.  Tidak berbau busuk
3.  Tidak berjamur
4.  Tidak ada titik-titik hitam
5.  Teksturnya tidak mudah patah dan hancur.

E. Penyimpanan Hay
            Penyimpanan hay juga sangat mempengaruhi kualitas nutrisi pada hay. Penyimpanan harus dilakukan pada gudang yang tidak lembab. Lembab bisa diakibatkan adanya air yang masuk ke dalam gudang baik dari atap maupun dari lantai gudang. Mengatasi agar hay tidak lembab dari lantai gudang, perlu dilakukan pemberian alas dari kayu, sehingga hay tidak langsung ke lantai. Sedangkan dari atas dipastikan agar atap tidak bocor dan tidak ada rembesan air dari ventilasi udara dari gudang.
Suhu dalam Gudang yang terlalu panas juga dapat merusak hay baik tekstur maupun kandungan nutrisinya. Agar hay tidak mudah rusak maka suhu di dalam gudang juga harus bisa bisa diatur. Misalnya dengan adanya ventilasi. Hay harus disusun dengan rapi dan berlapis lapis sehingga tidak ada ruang tersisa dalam gudang akibat penyusunan yang salah. Penyusunan yang rapi akan membuat hay dapat diisi lebih banyak.
Semoga dengan adanya informasi teknologi pengawetan pakan dengan penurunan kadar air dapat menjadi alternatif pengawetan pakan yang dilakukan peternak pada saat produksi hijauan melimpah.



DAFTAR PUSTAKA

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (sapi,
         Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius. Yogyakarta

Mansyur, T. dkk. 2007.  Proses pengeringan dalam Pembuatan Hay Rumput Signal
         (Brachiaria Decumbens). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Moran, J. 1996.  Forage Conservation Making Quality Silage and Hay in Australia. Agemedia.
          East Melbourne. Victoria.

McDonald, P. dkk. 2002. Animal Nutrition. Prentice Hall.  United States. Horlow

Prihantoro, I. 2014. Managemen Pembibitan, Produksi dan Penyimpanan Hijauan Pakan
         Ternak. Presentasi Pelatihan Pakan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Raksohadiprodjo, S. 1985. Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.  Universitas Gajah
         Mada. Yogyakarta.

Rankin. M. and D, Undersander. 2000.  Rain Damage to Forange During Hay and Silage
         Making. Focus on Forage.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Tilman, A. D. dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar.  Gajah Mada University Press.
          Yogyakarta