Wednesday 17 January 2018

Performa Hasil Persilangan Ayam Lungkok dengan Ayam Petelur Coklat

PERFORMA HASIL PERSILANGAN AYAM LUNGKOK DENGAN AYAM RAS PETELUR
Oleh : Jamaluddin ZA, SPt ( Kepala UPTD Peternakan Wilayah III Kab. Lebak)

                    
                                 Ayam Lungkok                                             Ayam Ras Petelur  Coklat

A.  Sekilas Tentang Ayam Lungkok dan Ayam Ras Petelur Coklat
Ayam lungkok merupakan ayam hasil persilangan ayam pelung dengan ayam bangkok, pesilangan ini dilakukan untuk meningkatkan performa ayam agar posturnya lebih besar tetapi masih garang.  Bila yang disilangkan pejantang bangkok dan betina pelung biasanya hasil anakanya lebih cenderung mengikuti performa bangkok, postur yang tegap jegger yang kecil dan badan yang besar. Sedangkan pejantan pelung disilangkan dengan induk ayam bangkok anaknya bervariasai ada yang menyerupai performa ayam bangkok dan ada yang menyerupai pelung dengan jengger yang besar. Hasil penelitian Gunawan, B. dan Sartika, T. (2000) bahwa bobot badan ayam silangan pelung x kampung pada umur 12 minggu nyata lebih besar dibandingkan ayam kampung murni dengan konsumsi pakan tidak berbeda nyata.
Ayam ras petelur adalah ayam-ayam betina yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya, Ayam ras petelur merupakan hasil persilangan berbagai jenis genetik ayam. Ayam ras petelur ada yang memproduksi telur sampai 280 butir pertahun. Ayam ras petelur tidak mempunyai sifat mengerami telurnya. Ada berbagai tipe ayam petelur yaitu : Ayam petelur ringan dan ayam petelur tipe medium, yang dilakukan dalam percobaa ini adalah ayam petelur tipe medium.  Menurut rasyaf (2003) bahwa ayam petelur tipe medium disebut juga ayam dwiguna atau ayam petelur coklat yang memiliki berat badan antara ayam tipe ringan dan tipe berat. Ayam petelur ini akan dimanfaatkan sebagai pedaging bila sudah memasuki masa afkir. Menurut Setiawati, T. dkk (2016) Ayam Petelur memiliki performa produksi lebih baik dan kualitas interior telur yang tinggi pada kandang cage dengan suhu netral (180C), Abnormalitas , bentuk telur, keutuhan kerabang dan kebersihan kerabang tidak dipengaruhi oleh suhu tetapi lebih dipengaruhi oleh genetik dan sistem perkandangan.

B. Percobaan yang dilakukan
Kawin silang (cross breeding)pada ayam merupakan perkawinan antara ayam pejantan dengan betina yang berbeda rumpun.  Biasanya diharapkan menghasilkan keturunan yang berkualitas atau pengaruh heterosis. demikian juga dengan persilangan yang dilakukan pada ayam lungkok (Pelung disilangkan dengan Bangkok) dengan ayam ras petelur.  Awal melakukan percobaan persilangan, ayam pelung dengan ayam petelur coklat tujuanya adalah agar bisa menghasilkan ayam pedaging  yang lebih besar dari induknya sekaligus sebagai ayam petelur.
Pada percobaan yang dilakukan dengan  4 ekor induk ayam petelur coklat dan satu ekor ayam pejantan lungkok.  Pengamatan dilakukan selama 2 tahun.  Semua ayam dilepas di dalam pagar . Permberian pakan dedak dengan daun lamtoro. Setelah satu bulam 4 ekor ayam petelur coklat sudah mulai bertelur  2-3 butir telur ayam coklat bisa dikumpulkan setiap hari. Telur ayam yang dihasilkan langsung dikumpulkan.   Kemudian ayam pelung betina  yang dikawinkan dengan ayam pelung jantan  bertelur pada saat yang bersamaan dikumpulkan dan ditetaskan pada saat yang bersamaan dengan telur ayam hasil persilangan.

C.  Hasil Persilangan
            Telur-telur yang dihasilkan dari persilangan langsung ditetaskan. Setelah 21 hari telur menetas.  Anak yang ditetaskan warnanya bervariasi ada yang berwarna putih, hitam, putih kecoklat-coklatan dan coklat.  Munculnya  anak ayam dengan warna bulu putih masih menjadi pertanyaan,  karena ayam pejantan lungkok berwarna hitam dan ayam betina petelur berwarna coklat. Pengamtan dan studi literatur untuk ayam yang berwarna putih masih perlu dilakukan agar diketahui darimana munculnya warna bulu putih pada anak ayam hasil persilangan.
 Anak hasil persilangan ini dipelihara dan dibandingkan dengan anak ayam pelung yang menetas bersamaan. Selama  1 bulan anak ayam diberikan pakan ayam starter.  Kemudian dilepas dan diberikan pakan dedak dan daun lamtoro. Pemberian pakan dedak dan lamtoro bertujuan untuk menekan biaya pakan sehingga apabila peternak di desa berminat memelihara ayam persilangan tidak membutuhkan biaya pakan yang tinggi.

                                 



                         
                Anak Hasil Persilangan Ayam lungkok  dengan Ayam Ras Petelur coklat

Kemudian diamati pertumbuhanya.  Ayam persilangan lebih cepat pertumbuhanya dan lebih cepat dewasa dibandingkan dengan ayam pelung.  Setelah 5-6 bulan ayam hasil persilangan bertelur , telur ayam persilangan lebih besar dari telur ayam pelung bahkan hampir sama besarnya dengan telur ayam ras coklat. Warna telurnya yang dihasilkan  berwarna putih dan sebagian berwarna merah sama dengan induknya. Jumlah telurnya lebih banyak dari ayam pelung namun sifat mengeramnya masih ada. Perlu penelitian lebih lanjut agar produksi telurnya lebih meningkat.





DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Penerbit UI. Jakarta

Card,  L.E. and M. C. Neshem. 1972. Poultry Production. Lea and Febinger. Philadephia.

Gunawan, B. Dan Sartika, T.  2000. Persilangan Ayam Pelung Jantan X Kampung Betina Hasil 
         Seleksi Generasi Kedua (G2).  Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Noor, R. R., Seminar KB. 2009.  Rahasia dan Hikmah Pewarisan Sifat (Ilmu Genetika dalam
         Alquran).  IPB Press. Bogor.

Rasyaf, M. 1993. Memelihara Ayam Buras. Kanisius. Yokyakarta.

Rasyaf, 2003, Beternak Ayam Pedaging.  Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiawati, T.  dkk. 2016.  Performa Produksi dan Kualitas Telur Ayam Petelur pada Sistim Litter dan
           Cange dengan Suhu Kandang Berbeda.  Fakultas Peternakan IPB. Bogor



  

                                            

Friday 5 January 2018

PENANGANAN KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN PADA SAPI



PENANGANAN KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN PADA SAPI
Oleh : Jamaluddin ZA, S.Pt (Kepala UPTD Peternakan Wilayah III Kab. Lebak)



Kelahiran pada ternak adalah waktu yang sangat ditunggu-tunggu oleh peternak terutama peternak yang melakukan budidaya.  Ketika petugas melakukan pemeriksaan kebuntingan dan dinyatakan positif bunting maka peternak sangat senang hatinya. Harapan untuk menambah populasi sudah terbayang di depan mata. Bagi peternak sapi, masa menunggu 9 bulan untuk kelahiran ternaknya adalah masa yang sangat menyenangkan. Perlu perlakuan khusus untuk menangani ternak selama bunting sampai melahirkan.

a.  Penanganan Sapi Bunting
Tanda-tanda sapi bunting tampak dari luar biasanya setelah kebuntingan diatas 6 bulan, puting dan ambing mulai membesar, ketika puting dipencet keluar cairan seperti madu, perut sebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri, vulva kelihatan mulai membengkak. Kadang-kadang kelihatan gerakan fetus dari perut sebelah kanan. Apabila ingin mengetahui ternak bunting lebih awal bisa dilakukan Pemeriksaan Kebuntingan perrektal atau USG.  Pemeriksaan kebuntingan perrektal bisa diketahui sejak usia kebuntingan 2 bulan. Pemeriksaan ini dilakukan pada kornua dan korpus uteri. Adanya pembengkakan salahsatu kornua atau korpus uteri. Biasanya ini dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih.
    Pada saat sapi bunting kebutuhan nutrisi pasti meningkat selain buat induknya juga fetus yang dikandungnya. Oleh karena itu kecukupan pakan harus diperhatikan baik jumlah dan kandungan nutrisinya. Pemberian pakan tidak boleh berlebihan dan juga tidak boleh kekurangan.  Pemberian pakan yang sangat berlebihan terutanma makanan yang mengandung lemak maka akan menyebabkan fetus dalam kandungan sapi akan berkembang dengan pesat sehingga saat melahirkan terjadi kesulitan (distokia). Namu kalau pakan kekurangan akan menyebabkan induk sapi yang bunting pada saat melahirkan akan lemah.
Kandang sapi bunting harus bersih dan tidak boleh lincin untuk menghidari sapi jatuh.  Sapi yang bunting sebaiknya tidak selalu diam di dalam kandang, sapi harus bisa bergerak 2 jam setiap hari, pada kandang yang sempit sebaiknya setiap hari ada waktu di keluarkan dari kandang  supaya badanya bergerak. Hal ini juga dapat membantu memudahkan sapi saat melahirkan.
Lama kebuntingan pada sapi sekitar 9 bulan. Sapi dara yang pertama kali bunting lebih singkat 2 hari kebuntinganya dibanding sapi nyang sudah sering melahirkan. Sedangkan sapi bunting dengan fetus jenis kelamin jantan lebih lama antara 1 sampai 3 hari.

b.  Penanganan Kelahiran

sapi yang akan melahirkan memiliki tanda-tanda ambing membesar, pinggul mengendor dan agak menurun, sering kencing, selalu berubah posisi ; berbaring, berdiri maupun berputar.
            Sapi yang akan melahirkan sebaiknya dipisahkan dari sapi yang lain. Ditempatkan pada kandang tersendiri agar tidak terganggu dan disiapkan jerami dilantai kandang agar pada saat anak sapi lahir jatuh pada tempat yang lembut.  Kondisi sapi yang akan melahirkan  biasanya vulva mengendor dan mengeluarkan cairan. Pada posisi normal diawali dengan keluarnya kantong plasenta kemudiai kedua kaki depan yang terlebih dahulu keluar baru di            ikuti kepala yang berada diantara kedua paha, seterusnya dikuti seluruh badan. Beberapa ternak sapi ada yang kantong plasenta pecah terlebih dahulu dan ada juga yang keluar bersama kantong plasenta. Pada kedaan kelahiran dengan posisi normal tidak perlu ada bantuan dari petenak amaupun petugas.
            Setelah anak sapi lahir biasanya induknya menjilati anaknya sampai bersih. Bagi induk yang lemah peternak harus membantu membersihkan lendir anak yang baru lahir dengan jerami kering atau lap kain yang bersih.  Paling utama membersihkan lendir yang ada di hidung dan mulut. Kemudian memberikan Iodin pada tali pusar agar tidak terjadi infeksi dan cepat kering.

c. Kasus- Kasus Saat Melahirkan pada Sapi

c.1. Kesulitan Melahirkan (Distokia)
            Distokia pada sapi merupakan keadaan dimana sapi mengalami kesulitan melahirkan. Distokia terjadi apabila induk sapi saat melahirkan dihitung dari mulai kontraksi lebih dari 8 jam. Penyebabnya bermacam-macam bisa karena faktor induk bisa juga karena faktor anak atau fetus. Faktor induk yang dapat menyebabkan distokia adalah akibat uterus berputar, uterus yang robek atau luka, ketidakmampuan untuk berkontraksi, panggul yang sempit dan tertutupnya jalan lahir.  Faktor fetus yang menyebabkan distokia adalah ; fetus yang ukuranya terlalu besar sehingga tidak muat di jalan lahir, Posisi fetus yang tidak normal dan terjadi kematian fetus dalam uterus.
            Mencegah terjadinya distokia akibat fetus yang terlalu besar diantaranya jangan mengawinkan/IB sapi betina yang posturnya kecil dengan sapi pejantan yang terlalu besar.  Menghindari pemberian pakan yang terlalu banyak terutama yang mengandung lemak karena selain berakibat pada tumbuhnya fetus menjadi besar juga menumpuknya lemak di rongga panggul yang dapat menurunkan kontraksi saat melahirkan.

c.2. Retensio Plasenta
 
Setelah melahirkan kadang-kadang placenta tidak langsung keluar, secara normal placenta pada sapi paling lama keluar 6-8 jam. Apabila tidak keluar setelah 8 jam maka disebut retensio plasenta dan harus ditangani.  Penyebabnya bermacam-macam yaitu antara lain infeksi yang menyebabkab uterus lemah untuk berkontraksi bisa juga karena induk kurang bergerak saat bunting sehingga otot uterus tidak kuat untuk berkontraksi.
Penanganan retensio plasenta dapat dilakukan dengan manual dengan melepaskan kotiledon satu persatu dengan hati-hati sampai bersih lalu diberikan antibiotik pada uterus. Ada juga cara lain dengan pemotongan plasenta yang menggantung kemudian dimasukkan antibiotik ke dalam uterus dengan harapan hancur dan keluar bersama lokhia.
Pencegahan retensio placenta bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang tempat melahirkan, bergerak saat bunting, pemberian fosfor dan kalsium yang seimbang dan memberikan vitamin A saat melahirkan.

c.3.  Prolapsus



prolapsus atau pembalikan vagina atau uterus kondisi dimana vagina atau uterus sapi betina keluar ketika kontraksi. prolapsus terjadi pada vagina yang disebut prolapsus vagina dan prolapsus pada uterus yang disebut prolapsus uteri. Penyebab terjadinya prolapsus adalah : sapi yang kurang bergerak saat bunting, tingginya hormon estrogen, kelainan genetik dan kontraksi yang terlalu dipaksakan. 
Penanganan prolapsus dilakukan terlabih dahulu anastesi epidural agar mudah dalam penanganan,  kemudian membersihkan vagina atau uterus yang keluar dengan air bersih agar tidak kotor dan tetap basah, didorong pelan-pelan dari bagian bawah sampai vagina atau uterus yang keluar masuk seluruhnya, lalu dilakukan reposisi dengan memasukan kepalan tangan ke dalam. Kemudia dimasukkan antibiotik lalu dilakukan penjahitan pada vulva bisa dalam bentuk zikzak maupun dijahit satu persatu.

                                                   




                                            DAFTAR PUSTAKA

Frandson, R. D. (1992) Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press.
                Yogyakarta.

Hardjoprajanto, Soeharto. (1995) Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press.

Salibury, G. M. (1985) Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gajah Mada
               University Press. Yogyakarta.

Tolihere, M. R. (1979) Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung.

Tolihere, M. R. (1985) Ilmu Kebidanan pada Ternak sapi dan Kerbau. Jakarta. UI Press.
  





T