PENANGANAN KEBUNTINGAN
DAN KELAHIRAN PADA SAPI
Oleh : Jamaluddin ZA,
S.Pt (Kepala UPTD Peternakan Wilayah III Kab. Lebak)
Kelahiran pada ternak adalah waktu
yang sangat ditunggu-tunggu oleh peternak terutama peternak yang melakukan
budidaya. Ketika petugas melakukan
pemeriksaan kebuntingan dan dinyatakan positif bunting maka peternak sangat
senang hatinya. Harapan untuk menambah populasi sudah terbayang di depan mata.
Bagi peternak sapi, masa menunggu 9 bulan untuk kelahiran ternaknya adalah masa
yang sangat menyenangkan. Perlu perlakuan khusus untuk menangani ternak selama
bunting sampai melahirkan.
a. Penanganan Sapi Bunting
Tanda-tanda sapi bunting tampak dari
luar biasanya setelah kebuntingan diatas 6 bulan, puting dan ambing mulai
membesar, ketika puting dipencet keluar cairan seperti madu, perut sebelah
kanan lebih besar dari sebelah kiri, vulva kelihatan mulai membengkak. Kadang-kadang
kelihatan gerakan fetus dari perut sebelah kanan. Apabila ingin mengetahui
ternak bunting lebih awal bisa dilakukan Pemeriksaan Kebuntingan perrektal atau
USG. Pemeriksaan kebuntingan perrektal
bisa diketahui sejak usia kebuntingan 2 bulan. Pemeriksaan ini dilakukan pada
kornua dan korpus uteri. Adanya pembengkakan salahsatu kornua atau korpus
uteri. Biasanya ini dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih.
Pada saat sapi
bunting kebutuhan nutrisi pasti meningkat selain buat induknya juga fetus yang
dikandungnya. Oleh karena itu kecukupan pakan harus diperhatikan baik jumlah
dan kandungan nutrisinya. Pemberian pakan tidak boleh berlebihan dan juga tidak
boleh kekurangan. Pemberian pakan yang
sangat berlebihan terutanma makanan yang mengandung lemak maka akan menyebabkan
fetus dalam kandungan sapi akan berkembang dengan pesat sehingga saat
melahirkan terjadi kesulitan (distokia). Namu kalau pakan kekurangan akan
menyebabkan induk sapi yang bunting pada saat melahirkan akan lemah.
Kandang sapi bunting harus bersih dan
tidak boleh lincin untuk menghidari sapi jatuh.
Sapi yang bunting sebaiknya tidak selalu diam di dalam kandang, sapi harus
bisa bergerak 2 jam setiap hari, pada kandang yang sempit sebaiknya setiap hari
ada waktu di keluarkan dari kandang
supaya badanya bergerak. Hal ini juga dapat membantu memudahkan sapi
saat melahirkan.
Lama kebuntingan pada sapi sekitar 9
bulan. Sapi dara yang pertama kali bunting lebih singkat 2 hari kebuntinganya
dibanding sapi nyang sudah sering melahirkan. Sedangkan sapi bunting dengan fetus
jenis kelamin jantan lebih lama antara 1 sampai 3 hari.
b. Penanganan Kelahiran
sapi yang akan melahirkan memiliki tanda-tanda ambing
membesar, pinggul mengendor dan agak menurun, sering kencing, selalu berubah
posisi ; berbaring, berdiri maupun berputar.
Sapi yang
akan melahirkan sebaiknya dipisahkan dari sapi yang lain. Ditempatkan pada
kandang tersendiri agar tidak terganggu dan disiapkan jerami dilantai kandang
agar pada saat anak sapi lahir jatuh pada tempat yang lembut. Kondisi sapi yang akan melahirkan biasanya vulva mengendor dan mengeluarkan
cairan. Pada posisi normal diawali dengan keluarnya kantong plasenta kemudiai
kedua kaki depan yang terlebih dahulu keluar baru di ikuti kepala yang berada diantara kedua paha, seterusnya
dikuti seluruh badan. Beberapa ternak sapi ada yang kantong plasenta pecah
terlebih dahulu dan ada juga yang keluar bersama kantong plasenta. Pada kedaan
kelahiran dengan posisi normal tidak perlu ada bantuan dari petenak amaupun
petugas.
Setelah anak
sapi lahir biasanya induknya menjilati anaknya sampai bersih. Bagi induk yang
lemah peternak harus membantu membersihkan lendir anak yang baru lahir dengan
jerami kering atau lap kain yang bersih. Paling utama membersihkan lendir yang ada di
hidung dan mulut. Kemudian memberikan Iodin pada tali pusar agar tidak terjadi
infeksi dan cepat kering.
c. Kasus- Kasus Saat
Melahirkan pada Sapi
c.1. Kesulitan
Melahirkan (Distokia)
Distokia pada sapi merupakan keadaan dimana sapi mengalami kesulitan
melahirkan. Distokia terjadi apabila induk sapi saat melahirkan dihitung dari
mulai kontraksi lebih dari 8 jam. Penyebabnya bermacam-macam bisa karena faktor
induk bisa juga karena faktor anak atau fetus. Faktor induk yang dapat
menyebabkan distokia adalah akibat uterus berputar, uterus yang robek atau
luka, ketidakmampuan untuk berkontraksi, panggul yang sempit dan tertutupnya
jalan lahir. Faktor fetus yang
menyebabkan distokia adalah ; fetus yang ukuranya terlalu besar sehingga tidak
muat di jalan lahir, Posisi fetus yang tidak normal dan terjadi kematian fetus
dalam uterus.
Mencegah
terjadinya distokia akibat fetus yang terlalu besar diantaranya jangan
mengawinkan/IB sapi betina yang posturnya kecil dengan sapi pejantan yang
terlalu besar. Menghindari pemberian
pakan yang terlalu banyak terutama yang mengandung lemak karena selain
berakibat pada tumbuhnya fetus menjadi besar juga menumpuknya lemak di rongga
panggul yang dapat menurunkan kontraksi saat melahirkan.
c.2. Retensio Plasenta
Setelah melahirkan kadang-kadang placenta
tidak langsung keluar, secara normal placenta pada sapi paling lama keluar 6-8
jam. Apabila tidak keluar setelah 8 jam maka disebut retensio plasenta dan
harus ditangani. Penyebabnya
bermacam-macam yaitu antara lain infeksi yang menyebabkab uterus lemah untuk
berkontraksi bisa juga karena induk kurang bergerak saat bunting sehingga otot
uterus tidak kuat untuk berkontraksi.
Penanganan retensio plasenta dapat
dilakukan dengan manual dengan melepaskan kotiledon satu persatu dengan
hati-hati sampai bersih lalu diberikan antibiotik pada uterus. Ada juga cara
lain dengan pemotongan plasenta yang menggantung kemudian dimasukkan antibiotik
ke dalam uterus dengan harapan hancur dan keluar bersama lokhia.
Pencegahan retensio placenta bisa
dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang tempat melahirkan, bergerak saat
bunting, pemberian fosfor dan kalsium yang seimbang dan memberikan vitamin A
saat melahirkan.
c.3. Prolapsus
prolapsus atau pembalikan vagina atau
uterus kondisi dimana vagina atau uterus sapi betina keluar ketika kontraksi.
prolapsus terjadi pada vagina yang disebut prolapsus vagina dan prolapsus pada
uterus yang disebut prolapsus uteri. Penyebab terjadinya prolapsus adalah :
sapi yang kurang bergerak saat bunting, tingginya hormon estrogen, kelainan
genetik dan kontraksi yang terlalu dipaksakan.
Penanganan prolapsus dilakukan
terlabih dahulu anastesi epidural agar mudah dalam penanganan, kemudian membersihkan vagina atau uterus yang
keluar dengan air bersih agar tidak kotor dan tetap basah, didorong pelan-pelan
dari bagian bawah sampai vagina atau uterus yang keluar masuk seluruhnya, lalu
dilakukan reposisi dengan memasukan kepalan tangan ke dalam. Kemudia dimasukkan
antibiotik lalu dilakukan penjahitan pada vulva bisa dalam bentuk zikzak maupun
dijahit satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. (1992) Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hardjoprajanto, Soeharto. (1995) Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press.
Salibury, G. M. (1985) Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Tolihere, M. R. (1979) Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung.
Tolihere, M. R. (1985) Ilmu Kebidanan pada Ternak sapi dan Kerbau. Jakarta. UI Press.
T
No comments:
Post a Comment